Sabtu, 7 Januari 2012
~*Ukhty, Mengapa Mengeluh..??*~
Bumi Allah,
13 September 2011
Di saat diri teringat akan kecerobohan yang pernah aku lakukan dahulu, maka kutuliskan surat ini untukmu wahai saudariku, agar engkau tidak pula terjebak dalam kecerobohan yang sama denganku itu, insya Allah, Aamiin.
Wahai ukhty nan shalihah, semoga sampai hari ini hati dan jiwamu, termasuk fisikmu masih dalam penjagaan dan perlindungan Allah selalu. Semoga engkau masih dalam usaha untuk mendekap erat hidayah Allah atasmu, dan semoga pula engkau masih dalam ikhtiar untuk menta’ati Allah dan RasulNya semampumu, insya Allah, aamiin
Sementara aku, sampai hari ini aku pula masih dalam keadaan yang cukup baik, alhamdulillah karena Allah masih memberiku taufiq untuk bisa menetapi manhaj yang haq ini meski dengan merangkak, insya Allah.
O iyya ukhty, hari ini aku teringat akan beberapa kecerobohanku ketika awal-awal aku mengaji dahulu, dimana kala itu aku sangat bersemangat untuk menjauhkan diriku dan keluargaku, bahkan masyarakat di sekitarku dari panasnya api neraka. Yah, semasa itu aku sangat ingin orang-orang yang berada disekitarku tersebut dapat menikmati indahnya hidup di atas sunnah seperti yang tengah aku rasakan, akan tetapi cara-cara yang aku lakukan justru membuat akulah nan selalu berada pada posisi terpojok, yang pada akhirnya aku nan malah merasa capek sendiri, kemudian hal itu pula nan malah membuatku suka berkeluh kesah sendiri.
Di atas semua itu aku telah membuat mereka, orang-orang disekelilingku itu melecehkan sunnah Nabi kita yang mulia karena memang akulah yang menyampaikannya tidak dengan ilmu dan tidak pula dengan hikmah kepada mereka. Akulah yang terlalu tergesa-gesa untuk menyuapi mereka dengan makanan yang ada di dalam periuk dan kualiku, akan tetapi ternyata makananku itu belum sepenuhnya matang dengan sempurna sehingga cita rasanya tentu masih tidak karuan adanya, jadi bukan salah mereka jika mereka memuntahkan apa-apa makanan yang aku suapkan ke mulut-mulut mereka tersebut ke mukaku sendiri, bukan?? Tragis, sungguh sangat tragis, bukan??
Aduhai ukhty, jikalah tidak karena pertolongan dan penjagaan dari Allah mungkin sebab-sebab seperti yang aku sebutkan di atas telah mengantarkanku pada jurang kefuturan dan berlepas diri dari ‘amar ma’ruf nahi mungkar semampuku dengan cara-cara yang lebih ‘terhormat’ dan tetap sesuai dengan syari’at Islam yang mulia ini tentunya. Wallahu a’lam
Oleh sebab itulah, marilah sejenak kita berinstopeksi diri ya ukhty. Mari kita periksa diri-diri kita sebelum perjalanan ini terlalu jauh kita susuri dan sebelum kesalahan-kesalahan yang kita lakukan malah akan menjadi boomerang bagi diri kita sendiri dan bahkan bagi dakwah ahlus sunnah yang haq ini.
Semoga beberapa pertanyaan pada suratku kali ini dapat engkau jadikan sebagai salah satu bahan untuk meng-instropeksi dirimu ya ukhty, karena inilah kesimpulanku dari segala kecerobohanku yang telah kuceritakan kepadamu pada beberapa paragraf yang lalu.
Yah, aku memang sengaja menuliskan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin agak menyakitkan seperti yang insya Allah akan engkau baca pada paragraf-paragraf setelah ini khusus untukmu ya ukhty, karena aku mulai melihat telah ada bibit-bibit yang sama nan akan menyebabkan engkau mungkin akan mengalami keadaan serupa denganku yang dahulu, nan akan meyebabkan engkau mungkin akan melakukan kesalahan yang sama denganku semasa itu.
Sebelum engkau membacai surat ini lebih lanjut, maka kembali kuingatkan engkau ya ukhty, bahwa aku adalah salah satu saudarimu yang sangat mencintaimu karena Allah, salah satu saudarimu yang sangat menginginkan kebaikan untuk dunia dan akhiratmu karena Allah, insya Allah. Oleh sebab itu, seberapapun hatimu tersinggung karena surat ini nantinya maka tetaplah engkau menjaga prasangkamu kepadaku.
***
Ukhty, mengapa engkau keluhkan dirimu yang susah sekali dalam melakukan berbagai keta’atan kepadaNya, atau dirimu yang berat sekali dalam meniti jalan ke-istiqomahan untuk menjalankan syari’atNya, sementara dirimu tidak pernah berusaha sedikit lebih keras dalam mendatangi majlis-majlis ilmu yang di dalamnya disampaikan ilmu oleh ustadz-ustadz ahlus sunnah, yang disana engkau bisa pula duduk bermajlis dengan mahkluk-mahklukNya yang shalih dari kalangan manusia, yaitu mereka-mereka yang tengah berpayah meniti jalan kebaikan di atas manhaj salaf yang mulia??
Ukhty, mengapa engkau keluhkan kedua orangtuamu yang tidak pernah mendukungmu untuk menggunakan jilbab lebar plus cadarmu itu sementara engkau tidak mampu meluluhkan hati beliau dengan ketulusan pengabdianmu?? Engkau pula tidak pernah memperlihatkan perubahan adab dan akhlakmu kepada beliau keduanya, yang dengan engkau telah mengaji maka adab dan akhlakmu tersebut insya Allah pula telah jauh lebih baik daripada engkau yang dahulu??
Jika engkau hendak meminta izin dan simpati beliau, terlebih hendak meminta ridho beliau, lantas mengapa engkau belagak seolah lebih pintar saja dari beliau mentang-mentang engkau telah menamatkan kuliahmu sementara beliau, SD saja tidak terlampau?? Mengapa engkau terlalu cepat emosi dalam meladeni pertanyaan-pertanyaan ‘polos’ beliau? Mengapa engkau membuat beliau, kedua orangtuamu berfikir bahwasanya mereka menyesal karena telah berpayah-payah dalam menyekolahkanmu akan tetapi malah dengan begitu engkau berani membentak mereka karena engkau menganggap mereka berdua terlalu bodoh untuk memahami pola fikirmu??
Ukhty (ummu), mengapa engkau keluhkan suamimu yang susah sekali untuk diajak mengaji sementara pencapaianmu sebagai seorang istri shalihah yang pantas ia banggakan sebagai perhiasan dunianya yang terindah sangat rendah di hadapan Allah sembahanmu?? Mengapa engkau merendahkan suamimu padahal sedikit sekali engkau dalam mengingatkannya kepada kebaikan, dan jikapun engkau ingatkan maka cara yang kau gunakan sangatlah jauh dari tuntunan kesopanan?? Mengapa berat bagi lidahmu untuk merayu Allah agar Dia melunakkan hati suamimu dalam mempelajari dan megamalkan dien Islam yang mulia ini?? Mengapa malah yang terfikir olehmu adalah meminta cerai saja dari suamimu itu karena menurutmu ia tak layak untuk kau jadikan sebagai imam dalam rumah tanggamu??
Ukhty (ummu), mengapa engkau keluhkan anak-anakmu yang semakin hari semakin tidak patuh saja kepadamu, sementara tidak engkau perhatikan makanan yang engkau suapkan ke dalam mulut mereka, tidak engkau kontrol tontonan yang dipelototi oleh mata mereka, serta tidak pula engkau berikan keteladanan yang cukup dalam menyikapi beberapa perkara kepada mereka??
Ukhty, mengapa engkau keluhkan adik dan kakak-kakakmu yang tidak mau menuruti maumu sementara engkau tidak pernah nampakkan akhlak yang mampu menyentuh hat-hati mereka?? Engkau menginginkan agar mereka menempuhi jalan yang sama denganmu akan tetapi engkau sendiri yang malah telah meyimpang dari cara-cara yang diperbolehkan untuk sampai kepada jalan yang engkau maksud itu?
Ukhty, mengapa engkau keluhkan teman-temanmu yang susah sekali menerima nasihat darimu, sementara engkau memposisikan dirimu sebagai hakim yang berhak memvonis mereka apabila mereka melakukan kesalahan?? Engkau kesal jika saudarimu itu tak kunjung jua mau menggunakan hijab syar’i seperti dirimu akan tetapi engkau tidak pernah bisa menunjukkan indahnya pesona dari orang-orang yang berada dibalik hijab syar’i itu.
Engkau ingin teman-temanmu bersegera menyambut seruanmu dan membenci mereka jika mereka tidak mau bergabung denganmu seolah-olah engkau adalah pemberi dan penentu hidayah Allah bagi mereka. Tidak sadarkah engkau bahwa sikapmu terhadap teman-temanmu ini telah benar-benar melampau batas, ya ukhty?? Kita ini hanya sebagai penyampai syari’at kepada manusia akan tetapi sesekali kita tidak bisa memaksakan hati-hati manusia untuk tunduk kepada apa-apa yang kita sampaikan tersebut karena hanya Allah saja yang menggenggam dan memiliki hati-hati mereka itu.
Ukhty, mengapa engkau keluhkan ibu-ibu tetanggamu yang seolah kurang kerjaan karena selalu saja menggunjingmu sementara engkau hanya mengurung diri di dalam rumahmu tanpa mau memberi kesempatan sedikitpun kepada mereka untuk mengetahui betapa elok dan lembutnya hati dan pula jiwa dibalik jilbab dan cadarmu?? Yah, aku tidak mengatakan kalau engkau harus keluar dari rumahmu hanya untuk meladeni semua gunjingan yang beredar sehubungan denganmu, akan tetapi pernahkan engkau luangkan waktumu barang lima menit saja untuk menanyai kabar ibu-ibu tetanggamu itu, atau pernahkah engkau lebihkan kuah sayurmu untuk engkau antarkan pula ke rumah ibu-ibu itu??
Ukhty, mengapa engkau keluhkan masyarakatmu yang masih saja terperangkap bermacam-macam bid’ah dan bahkan kesyirikan seolah-olah keadaan yang demikian hanya engkau dapati di kampung-kampung dan di dusun-dusunmu saja, sementara engkau diamkan lisanmu dari usaha untuk memperingatkan dan menasihati mereka?? Jikapun engkau menasihati mereka mengapa engkau menggunakan kata-kata yang pedas, pada kondisi-kondisi yang kurang pas atau pada kondisi yang malah tidak pas sama sekali?? Mengapa engkau tidak berlemah lembut dalam menghadapi mereka sebagaimana yang telah dicontohkan oleh para pendahulu kita??
Ukhty, mengapa engkau keluhkan lingkunganmu yang hanya dipenuhi oleh orang-orang bejat dan ahli maksiat sementara engkau tidak berusaha untuk menjadi pengecualian dari mereka. Yah, mengapa dengan mengaji engkau tidak bisa membuktikan bahwa ilmu telah memperbagus diri dan kepribadianmu, telah membuat sopan tingkahmu, dan telah menjadikan santun bicaramu. Mengapa engkau membedakan dirimu pada lingkungan-lingkunganmu itu hanya dalam hal lebarnya jilbabmu saja sementara sifatmu tak kalah memprihatinkan dari mereka??
Mengapa engkau 'menyerang' para ahli maksiat itu tanpa terkecuali, bukannya malah merangkul mereka dengan nasihat-nasihat kenabian?? Bukankah para ahli maksiat itu jugalah hamba Allah seperti halnya dirimu, hanya saja hidayah Allah belum teruntuk bagi mereka?? Lalu, mengapa tidak kau perbaiki niatmu dan engkau baguskan pula caramu dalam menasihati mereka-mereka itu?? Mengapa malah engkau cap mereka sebagai manusia-manusia berhati batu hanya karena seruan-seruanmu tak mempan kepada mereka, padahal dirimulah yang telah meninggi hati dalam menyeru mereka??
**
Ya ukhty, begitulah kesimpulanku atas semua kecerobohan yang pernah aku lakukan di masa-masa awal aku mengaji itu. Yah, beberapa poin kecerobohan sebagaimana yang aku tuliskan di atas murni aku sendiri yang pernah melakukannya, dan beberapa poin selainnya adalah hasil pengamatanku terhadap kecerobohan beberapa temanku yang lain, khususnya untuk bagian anak dan suami itu karena aku sendiri belum pernah bersuami, apalagi hendak beranak pinak pula tentunya, bukan begitu??
Selanjutnya ya ukhty, maafkan aku, sekali lagi ma’afkanlah aku karena pada tulisanku kali ini aku menggunakan bahasa yang kasar, bahkan bahasa yang terkesan mengatai-ngataimu saja. Sungguh, aku hanya ingin agar lisanmu (tepatnya, kita) itu berhenti mengeluh dari ini dan itu perkara karena berdasarkan pengalamanku tidaklah dengan kita mengeluh maka apa-apa yang kita keluhkan tersebut dengan serta merta akan membaik begitu saja, serta merta akan selesai bak sim salabim saja. Akan tetapi setiap keluhan itu hanya akan membuat hati kita semakin sesak, dada kita semakin sempit, bahkan keluhan-keluhan tersebut hanya akan membuat kita tanpa sadar akan kehilangan kesyukuran kepada Allah Ta’ala atas semua pemberianNya.
Yakinlah engkau ukhty, bahwasanya setiap keadaan yang engkau dapati dan setiap orang yang engkau temui adalah karena takdir Allah semata, sehingga tidak ada celah bagimu untuk tidak bersyukur kepada Allah atas semua takdirNya itu.
Jikapun lingkunganmu telah membuatmu merasa terdesak dan orang-orang disekitarmu telah membuatmu semakin merasa sesak maka cukup engkau adukan semua itu hanya kepada Allah saja. Silakan engkau adukan semua yang engkau rasakan itu hanya kepada Allah, bukan kepada manusia yang sama lemahnya denganmu. Silakan engkau sampaikan aduanmu itu sampai kelangit ketujuh akan tetapi sesekali jangan engkau mengeluh, apalagi menyampaikan keluhanmu itu kepada manusia-manusia yang ada disekitarmu. Ingatlah engkau kepada ayat:
بَلَى مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِندَ رَبِّهِ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ
”Tidak! Barang siapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan dia berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah:112)
Kemudian renungilah olehmu hadits Nabi yang mulia berikut ini:
“Jagalah Allâh, pasti Allâh akan menjagamu! Jagalah Allâh maka pasti engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu! Jika engkau memohon, maka mohonlah kepada Allâh! Jika engkau hendak minta tolong maka mohonlah pertolongan kepada Allâh! Ketahuilah, jika seluruh umat berkumpul untuk memberikan suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak akan mampu memberikan manfaat apapun kepadamu kecuali manfaat yang telah ditetapkan oleh Allâh Ta'ala untukmu. Jika mereka berkumpul untuk membahayakanmu, maka mereka tidak akan mampu membahayakanmu dengan apapun juga kecuali dengan apa yang Allâh Ta'ala tetapkan untukmu. Pena-pena sudah diangkat dan tinta sudah kering.” (Diriwayatkan Imam Tirmizdi, juz IV, hadits no. 2516. Al-Hakim, juz III, hadits no. 541. Imam Ahmad di dalam Musnadnya, juz I, hadits no. 293. Dan Al-Albani menshahihkan hadits ini di dalam buku Shahih Al-Jami’. Sedangkan Tirmidzi mengatakan, hadits ini hasan shahih.)
Ukhty, sekali lagi aku pinta maafmu karena aku sendiri sebenarnya sadar bahwa suratku ini mungkin telah mendzalimi hatimu dan melukai harga dirimu, akan tetapi sungguh rasa cinta dan sayangku kepadamulah yang menggerakkan penaku untuk menggoreskan tintanya di atas kertas ini, insya Allah. Aku menulis seperti ini bukan karena aku mencap diriku telah lebih baik darimu, bukan, sekali lagi bukan karena itu. Aku menulis semata-mata hanya untuk menjadikan diriku sebagai sahabatmu yang sejati, yaitu sahabatmu yang tidak hanya mendiamkanmu dikala engkau melakukan kesalahan, akan tetapi sahabat yang berusaha semampuku untuk menasihati dan mengingatkanmu dalam menetapi kesabaran dan keta’atan, insya Allah.
Kemudian, jika engkau pula menemukan ketidakberesan pada diriku, karena adakalanya kita merasa baik-baik saja akan tetapi saudari-saudari yang membersamai kita malah dapat melihat ketidak-beresan kita tersebut, maka senantiasalah engkau ingatkan aku, jangan engkau biarkan aku terjun bebas ke dalam jurang manusia-manusia pembangkang sementara pembangkangan itu aku lakukan di hadapanmu. Sekali lagi, senantiasalah engkau mengingatkan dan menasihatiku ya ukhty.
Akhirnya, aku memohon kepada Allah agar cintaku kepadamu, begitu pula cintamu kepadaku semoga dapat mengantarkan kita kepada surga Allah dan segala kenikmatan yang disediakan di dalamnya, Aamiin.
Assalamu’alaykum wa rahmatullahi wa barakatuh
Aku,
Saudari muslimahmu nan senantiasa mencintaimu karenaNya, insya Allah